“Lewat pelatihan ini kami mengharapkan peserta sudah punya dasar, jadi kelak jika ingin beralih ke bisnis konversi lebih mudah. Apalagi, secara pribadi saya melihat peminat motor konversi sudah mulai tumbuh,” jelasnya.

Salah seorang peserta, Muhammad Yusri dari Bengkel Borong Garage mengaku mengikuti pelatihan ini untuk meningkatkan skill, khususnya perihal kemampuan konversi motor listrik. Sejauh ini, bengkelnya sendiri masih konvensional.

Disinggung soal tingkat kesulitan dalam konversi motor listrik, ia menyebut hampir sama dengan motor konvensional. Ia pun mengaku antusias agar kelak dapat menguasai teknik konversi motor listrik. “Saya ikut untuk upgrade skill. Kalau tingkat kesulitan ya hampir sama dengan motor konvensional,” ucapnya.

General Manager PT PLN UID Sulselrabar, Moch. Andy Adchaminoerdin, sebelumnya menjelaskan menggunakan kendaraan listrik ternyata tak hanya mampu mengurangi emisi karbon karena ramah lingkungan tetapi juga menjadi peluang bagi para pelaku UMKM untuk berbisnis.

“UMKM merupakan mitra yang kami dukung untuk turut berkontribusi dalam mewujudkan ekosistem motor listrik. Apalagi penggunaan molis semakin masif di Kota Makassar karena penggunaannya menjadi salah satu pilihan ekonomis yang sekaligus juga lebih ramah lingkungan,” ujar Andy.

Andy memaparkan, 1 liter bahan bakar minyak (BBM) setara dengan 1,5 kilowatt hour (kWh) listrik. Emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kilogram (kg) CO2e, sedangkan 1,5 kWh listrik emisinya setara 1,5 kg CO2e. Andy menambahkan, motor konvensional dengan jarak tempuh 40 kilometer (km) menghabiskan 1 liter BBM, sedangkan motor listrik dengan jarak sama menghabiskan 1 kWh.

“Pengguna motor listrik hanya memerlukan biaya Rp 1.699,53 per kWh untuk menempuh jarak 40 km sedangkan motor konvensional bisa menghabiskan sekitar Rp 13 ribu per liter untuk menempuh jarak yang sama. Dengan begitu pengguna motor listrik dapat menghemat biaya operasional sampai 86%,” tukas Andy.