“Sementara permintaan BBM-nya semakin tinggi. Maka impor kita makin banyak, subsidi makin besar,” jelas Arifin.

 

Ia optimis program motor listrik ini akan menimbulkan efek berganda di sektor lainnya, seperti manufaktur hingga pertumbuhan bengkel-bengkel motor listrik.

 

Sementara itu, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan suatu kebanggaan menggunakan kendaraan listrik karena hal tersebut adalah keharusan dan bukan pilihan.

 

Ia menyebut salah satu faktor pendorong bagi masyarakat untuk menggunakan kendaraan listrik adalah bahan bakar yang ramah lingkungan.

 

“Bahan bakar fosil, BBM, itu kita tinggalkan, jadi sesuatu yang luar biasa. Idealisme itu salah satu faktor yang membuat masyarakat beralih ke EV. Faktor lainnya, energi yang lebih bersih, penghematan 75 persen per hari untuk pengeluaran bahan bakar dan untuk negara tentunya akan mengurangi besaran subsidi,” kata Budi.

 

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengatakan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7/ 2022 yang mengharuskan mengganti kendaraan-kendaraan yang ada di pemerintahan pusat/daerah maupun TNI/Polri menjadi kendaraan listrik merupakan sebuah tantangan dan peluang.

 

Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah karena harus mengadakan sejumlah barang untuk memenuhi kebutuhan di instansinya.

 

“Namun ini juga peluang bagi pengusaha, mestinya harus diambil karena mencari demand itu susah, tetapi sekarang justru suplai-nya yang tidak mencukupi,” ujar Moeldoko yang juga Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo).

 

Pemerintah mengklaim penggunaan mobil listrik akan menghemat biaya bahan bakar dan perawatan sebesar Rp17,62 juta per tahun. Adapun manfaat bagi pemerintah untuk 1 juta mobil listrik, menekan impor BBM 1,5 juta KL, menyelamatkan devisa sebesar Rp13,02 triliun, penurunan emisi CO2 3,21 juta ton per tahun, dan peningkatan konsumsi listrik 2,2 TWh per tahun.