JAKARTA – Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyampaikan program konversi kendaraan listrik memiliki banyak keuntungan dari sisi biaya bahan bakar sampai emisi yang dihasilkan.

Baca Juga: Ngotot Capres, Koalisi PKB-Gerindra Mandek

Dalam konvoi mengendarai motor listrik bersama bersama Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dan Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko di acara Electric Vehicle ‘FUNDAY’ di Jakarta, Minggu (20/11), Arifin mengatakan hasil percobaan konversi motor listrik di atas 10 tahun, motor berbasis BBM membutuhkan 1 liter bahan bakar untuk menempuh 30 km.

 

Artinya, masyarakat membutuhkan dana Rp10 ribu jika motor diisi pertalite.

 

“Tetapi jika diganti dengan motor listrik hanya memerlukan daya listrik 1 Kilowatt yang harganya Rp1.600. Jangan lupa juga motor BBM setiap tahun harus ganti oli itu kurang lebih Rp2 juta-Rp2,5 juta per tahun, dengan motor listrik hal itu tidak ada lagi,” ungkap Arifin dilansir dari CNNIndonesia.com.

 

Selain penghematan, keuntungan lain adalah penurunan emisi CO2 yang tentunya sejalan dengan target net zero emission (NZE) pada 2060.

 

Ia juga menjelaskan, jika 140 juta unit seluruh kendaraannya diganti dengan listrik, maka dapat mengurangi emisi 100 juta ton CO2 tiap tahun. Target pada 2060 emisi bisa nol dan mampu pakai semua potensi energi baru yang ada di seluruh Indonesia.

 

Menurutnya, pertumbuhan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat cenderung terus meningkat. Hal ini akan membuat kebutuhan pasokan BBM meningkat dan untuk menguranginya maka kendaraan listrik harus diperbanyak.

 

Berbeda dengan kebutuhan BBM yang mengalami peningkatan, lifting migas nasional justru terus mengalami penurunan karena memang usia sumur yang sudah tua.

 

“Sementara permintaan BBM-nya semakin tinggi. Maka impor kita makin banyak, subsidi makin besar,” jelas Arifin.

 

Ia optimis program motor listrik ini akan menimbulkan efek berganda di sektor lainnya, seperti manufaktur hingga pertumbuhan bengkel-bengkel motor listrik.

 

Sementara itu, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan suatu kebanggaan menggunakan kendaraan listrik karena hal tersebut adalah keharusan dan bukan pilihan.

 

Ia menyebut salah satu faktor pendorong bagi masyarakat untuk menggunakan kendaraan listrik adalah bahan bakar yang ramah lingkungan.

 

“Bahan bakar fosil, BBM, itu kita tinggalkan, jadi sesuatu yang luar biasa. Idealisme itu salah satu faktor yang membuat masyarakat beralih ke EV. Faktor lainnya, energi yang lebih bersih, penghematan 75 persen per hari untuk pengeluaran bahan bakar dan untuk negara tentunya akan mengurangi besaran subsidi,” kata Budi.

 

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengatakan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7/ 2022 yang mengharuskan mengganti kendaraan-kendaraan yang ada di pemerintahan pusat/daerah maupun TNI/Polri menjadi kendaraan listrik merupakan sebuah tantangan dan peluang.

 

Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah karena harus mengadakan sejumlah barang untuk memenuhi kebutuhan di instansinya.

 

“Namun ini juga peluang bagi pengusaha, mestinya harus diambil karena mencari demand itu susah, tetapi sekarang justru suplai-nya yang tidak mencukupi,” ujar Moeldoko yang juga Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo).

 

Pemerintah mengklaim penggunaan mobil listrik akan menghemat biaya bahan bakar dan perawatan sebesar Rp17,62 juta per tahun. Adapun manfaat bagi pemerintah untuk 1 juta mobil listrik, menekan impor BBM 1,5 juta KL, menyelamatkan devisa sebesar Rp13,02 triliun, penurunan emisi CO2 3,21 juta ton per tahun, dan peningkatan konsumsi listrik 2,2 TWh per tahun.

 

Sedangkan untuk pengguna motor listrik (konversi dan baru) akan didapat penghematan biaya BBM sebesar Rp2,68 juta per tahun.

 

Manfaat bagi pemerintah untuk penggunaan 900 ribu unit motor pada 2025 adalah menekan BBM 0,32 juta KL per tahun, menekan kompensasi pertalite Rp480 miliar per tahun, penurunan emisi CO2 0,61 juta ton per tahun, dan peningkatan konsumsi listrik 0,38 TWh per tahun.