“Untuk penguatan sistem kelistrikan, sedang dibangun juga transmisi 275 kV dari Aceh sampai ke Lampung. Kemudian dari jalan tol itu dibangun exit-exit, yang kami melihat di situlah ada penambahan pelanggan PLN yang baru. Di dalamnya ada pertanian, perkebunan, ada tambak dan lain-lain,” kata Darmawan.

Dengan program Electrifying Agriculture, PLN siap menyokong Sumatera Bagian Selatan sebagai kawasan aglomerasi terintegrasi untuk pangan dan pembangunan di seluruh Sumatera. Program ini juga akan mendorong sektor pertanian menjadi lebih maju dan modern dengan mengganti alat-alat mesin pertanian (alsintan) berbahan bakar fosil yang mahal dan merusak lingkungan ke alsintan berbasis listrik yang murah dan ramah lingkungan.

“Kalau ada penggilingan padi beli solar 1 liter harganya Rp 16 ribu, itu setara dengan 1,2 kWh listrik yang harganya hanya Rp 1.800. Jadi kalau pindah dari BBM solar ke listrik mengurangi biaya sekitar 80 persen. Untuk itulah kami melakukan Electriying Agriculture dalam mendukung ketahanan pangan,” kata Darmawan.

PLN ditegaskan berkomitmen memperluas program ini ke daerah-daerah seluruh Indonesia. Khusus di Sumatera Bagian Selatan, tercatat 12.482 pelanggan Electrifying Agriculture yang sudah menggunakan listrik untuk meningkatkan produktivitas. Hingga Juni 2022, total kebutuhan listrik dari para pelanggan ini mencapai 381 megavolt ampere (MVA).

Tak berhenti di situ, Darmawan menjelaskan, PLN juga telah memetakan potensi program Electrifying Agriculture, yaitu di perkebunan sawit, peternakan ayam, tambak udang, pengolahan tebu, pabrik tapioka, hingga pompa sumur untuk pengairan.

“Kami sudah hitung total kebutuhan listrik calon pelanggan untuk _Electrifying Agriculture_ ini sekitar 6,2 MVA,” jelas Darmawan.

Dia memastikan PLN siap mengamankan seluruh kebutuhan listrik pelanggan karena saat ini cadangan daya listrik di Sumbagsel melimpah. PLN mencatat daya mampu di sistem kelistrikan Sumbagsel mencapai 5.283 megawatt (MW) dengan beban puncak 4.001 MW, sehingga ada cadangan daya 1.282 MW.